Advertisement

FEATURE: Pariwisata Bali Berusaha Menghindari Sandungan Digitalisasi

Feri Kristianto
Minggu, 16 Desember 2018 - 18:35 WIB
Budi Cahyana
FEATURE: Pariwisata Bali Berusaha Menghindari Sandungan Digitalisasi Seorang warga menggoreskan keris ke bagian wajahnya saat upacara Nangluk Merana atau tolak bala di Desa Adat Kuta, Bali, Kamis (6/12/2018). - Antara/Adhi Prayitno

Advertisement

Harianjogja.com, BALI—Dunia bergerak menuju arah digital dan pengelolaan pariwisata harus berubah agar tidak tergulung zaman. Bali, sebagai acuan utama perkembangan wisata di Indonesia, kini menghadapi tantangan berat. Pelaku wisata belum akrab dengan teknologi. Berikut laporan wartawan Bisnis.com (Jaringan Informasi Bisnis Indonesia) Feri Kristianto.

“Kami harus mengikuti perkembangan teknologi. Jangan sampai terlambat, karena begitu terlambat, nanti akan susah menyusul,” ujar Bendesa Adat Kutuh Made Wena.

Advertisement

Dalam struktur masyarakat Bali, Bendesa Adat adalah pimpinan tertinggi. Dia mengendalikan semua hal di desa adat. Menurut Wena, sejak tiga bulan lalu, Desa Adat Kutuh mulai menguji coba transaksi nontunai di Pantai Pandawa dengan menggandeng Bank Mandiri.

Pantai ini berada dalam wilayah Desa Adat Kutuh. Setiap hari dikunjungi tidak kurang dari 3.000 pengunjung. Mereka dilayani 200 pedagang yang berderet di sepanjang 1,5 kilometer bibir pantai. Namun, belum semua pedagang melek teknologi keuangan. Baru 13 pedagang yang melayani transaksi jual beli secara nontunai.

Menurut Wena, tidak mudah memulai transaksi nontunai karena kebanyakan pedagang di Pantai Pandawa adalah generasi baby boomer atau kelahiran di bawah 1970.

“Digitalisasi harus dilakukan secara bertahap.”

Desa Adat Kutuh memiliki badan usaha manunggal desa adat (bumda) dengan delapan anak usaha, meliputi lembaga perkreditan desa (LPD), pengelola Pantai Pandawa, pengelola Gunung Payung Cultural Park, usaha barang jasa di pasar tradisional,  penyediaan piranti untuk persembahyangan, pengelola rekreasi paragliding, transportasi, serta atraksi seni budaya.

Setelah transaksi nontunai dipahami dan dipakai semua pedagang, Wena berancang-ancang menerapkan tiket elektronik di pintu gerbang Pantai Pandawa. Langkah ini ditempuh untuk transparansi serta efektivitas dan efisien pengelolaan keuangan desa. Setiap tahun, desa ini mengelola dana hingga miliaran yang berasal dari tiket masuk, tiket parker kendaraan, sewa lapak dagangan hingga pendapatan lain-lain.

“Saat ini semua masih manual. Seperti kalau Anda tanya sekarang ini saya harus tanya staf dulu baru bisa dapat data. Akan lebih baik kalau ada digitalisasi, begitu Anda tanya saya paling jawab tunggu bentar saya buka dulu datanya,” kata dia.

Impian Wena, dalam dua tiga tahun ke depan, pemantauan semua transaksi dan pemasukan cukup dilakukan lewat gawai secara realtime tanpa harus dipusingkan dengan urusan kertas.

Digitalisasi transaksi wisata di Pantai Pandawa disokong Bank Mandiri. Wakil Kepala Bank Mandiri Kanwil XI Bali Nusra Sugrah mengatakan digitalisasi desa wisata akan membantu meningkatkan transaksi para wisatawan saat berkunjung.

Bank akan mengedukasi ke desa-desa wisata agar para pengelola lebih mengenal fitur-fitur transaksi finansial, maupun nonfinansial yang bisa dilakukan melalui produk perbankan elektronik.

“Kami juga menyosialisasikan keuntungan yang bisa diperoleh melalui transaksi secara online, seperti meminimalkan uang kembalian, sehingga lebih praktis, lebih mudah dan lebih cepat dalam berbelanja,” kata dia.

Belum Akrab

Forum Komunikasi Desa Wisata di Bali mencatat saat ini ada sekitar 180 desa wisata yang tersebar di sembilan kabupaten dan kota di seluruh Pulau Dewata. Mereka dibagi dalam Kluster A yakni desa wisata yang memiliki pengurus dan produknya baik; Kluster B, yakni desa wisata yang sudah punya pengurus tetapi belum memiliki produk, dan Kluster C yakni desa yang baru sebatas merancang desa wisata.

Perkembangan digitalisasi desa wisata di Bali bisa menjadi acuan kesiapan pelaku industri wisata menghadapi perubahan corak bisnis di Indonesia. Bali adalah tujuan wisata paling populer di negeri ini. Namun, salah satu elemen penggerak pariwisata di Pulau Dewata belum terlalu akrab dengan teknologi keuangan.

Kepala Dinas Pariwisata Bali Anak Agung Gde Yuniartha Putra mengatakan hampir seluruh desa wisata di Pulau Dewata masih jauh dari kata digitalisasi. Dia mencontohkan, baru Kutuh yang melayani transaksi elektronik. Desa wisata lainnya belum menerapkan sistem pembayaran ini.

“Paling hanya website dan itu belum bisa dikatakan murni digitalisasi. Kami sangat mendorong desa wisata bisa mengadopsi digitalisasi karena memang sudah eranya,” jelasnya.

Yuniartha mencontohkan wisatawan mancanegara di Tiongkok yang sudah sangat jarang bertransaksi secara tunai. Semua urusan dilakukan melalui gawai. Pemanfaatan teknologi akan sangat membantu desa wisata baik dalam pemasaran maupun kemudahan mendapatkan data.

“Lewat digitalisasi, mereka akan mudah memantau tingkat kunjungan, apa saja jenis atraksi yang disukai sampai jam berapa wisatawan biasa datang. Ini akan  makin meningkatkan pelayanan.”

Jika wisata di Bali tertinggal, perekonomian wilayah bakal terganggu. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Bali Causa Iman Karana mengatakan peran bidang usaha pariwisata terhadap ekonomi Bali masih sangat besar. Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas 2017), menyebutkan andil pariwisata mencapai lebih dari separuh, tepatnya 52,99%, terhadap ekonomi Bali 2017.

Kondisi tersebut memunculkan risiko kesinambungan pertumbuhan ekonomi Bali. Apalagi, belanja wisatawan maupun dari rata-rata lama tinggal menurun sehingga Bali butuh perubahan.

Geliat desa wisata menyediakan peluang untuk meningkatkan kualitas kunjungan turis.

Namun, di era Revolusi Industri 4.0, desa wisata harus bergerak menjadi digital. Musababnya, 53% turis asing di Pulau Dewata memperoleh informasi mengenai destinasi wisata melalui website .

Persentase ini meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 44%. Pelayanan, keramahan, dan kenyamanan juga harus menjadi prioritas utama karena 32% wisatawan mancanegara memperoleh informasi dan rekomendasi destinasi wisata di Bali dari teman atau rekan kerja.

Sayangnya, pengembangan desa wisata terkendala minimnya pemanfaatan elektronifikasi dalam era digital. Elektronifikasi adalah upaya mengubah transaksi masyarakat dari manual menjadi elektronik.

Bank Indonesia Bali mendorong pengembangan elektronifikasi di daerah pedesaan.

“Digitalisasi desa wisata akan memberi keuntungan banyak, mulai dari transparansi sampai efektivitas pengelolaan operasional,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Cegah Kecurangan Pengisian BBM, Polres Kulonprogo Cek SPBU

Kulonprogo
| Jum'at, 29 Maret 2024, 14:37 WIB

Advertisement

alt

Cara Iktikaf di Bulan Ramadan dan Keutamaannya

Lifestyle
| Jum'at, 29 Maret 2024, 13:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement