Advertisement
Menapaki Jejak Paku Alam di Pesisir Selatan Kulonprogo
Sejumlah pengunjung sedang melihat-lihat dan memerhatikan lingkungan di Pesanggrahan Girigondo, yang berada di halaman Kompleks makam Girigondo, Kaligintung, Temon, beberapa waktu lalu. - Harian Jogja/ Uli Febriarni
Advertisement
Harianjogja.com, KULONPROGO- Kulonprogo merupakan wilayah paling barat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang memiliki banyak jejak pemerintahan Kadipaten Puro Paku Alam (PA). Berikut jejak Puro di kawasan Pantai Glagah dan di salah satu sisi Desa Kaligintung.
Bila menyusuri jalan raya jurusan Wates menuju Purworejo, ada sebuah jalan berbelok ke arah selatan di wilayah Desa Demen. Untuk orang umum, jalur tersebut akan membawa mereka menuju ke Pantai Glagah, kawasan swafoto taman bunga matahari dan Pelabuhan Tanjung Adikarto.
Advertisement
Namun bila jalur itu ditelusuri perlahan, tepat pada sebuah jalan tikungan berbelok ke arah barat, ada sebuah bangunan bergaya jadul yang di depannya terpasang plang nama kantor PT Jogja Magasa Iron (JMI).
Benar kalau bangunan tersebut adalah sebuah artefak bersejarah. Seperti yang diungkapkan oleh Pengageng Urusan Kapanitran Kadipaten Puro Pakualaman, KRT Projo Anggono, bangunan itu adalah Pesanggrahan Glagah. Berbicara soal pesanggrahan, Kadipaten Puro Pakualaman memiliki dua Pesanggrahan, yakni Pesanggrahan Glagah dekat laut, dan Pesanggrahan Hargopeni, Kaliurang dekat gunung.
BACA JUGA
Keberadaan Pesanggrahan Glagah di Temon ini diawali sebuah histori, kala itu PA V tengah berupaya keras membangun sektor pertanian di Kulonprogo yang dulu bernama Adikarto. Dulu bentuknya masih berupa rawa-rawa dan pasir di dekat pantai. Hingga kemudian PA V membuat drainase dan Pesanggrahan Glagah berbentuk bangunan rumah joglo biasa.
Bangunan yang hingga kini masih didominasi dengan cat warna putih itu, di beberapa sisinya, selain sebagai tempat beristirahat, juga digunakan oleh kerabat Puro Pakualaman ketika ingin berpariwisata di Adikarto.
"Bisa ketika putri ke berlibur ke pantai, sementara yang laki-laki berburu ke hutan mencari kijang," kata dia, beberapa waktu lalu.
Sejarah berjalan, di masa PA VI dan VII baru mulai dilakukan perubahan. Bangunan Joglo disentuh gaya dengan Eropa, fungsinya juga bertambah termasuk untuk upacara adat, salah satu agenda labuhan yang sampai saat ini masih terus dilanggengkan.
Nah, bila melaksanakan labuhan, persiapan dilakukan di pesanggrahan ini. Peserta labuhan akan berkumpul dan menyiapkan ubo rampe, setelah didoakan baru kemudian warga diiring bergodo pakualaman, dan sentono dalem menempuh jarak sekitar 3,5 kilometer dan melarung ubo rampe. Upacara labuhan itu biasanya dilaksakanakan setiap bulan September atau Suro dalam penanggalan Jawa.
Ada satu pesanggrahan lain yang ternyata dibangun oleh PA, bukan dibangun sejak awal, melainkan berada di dalam Kompleks Makam Girigondo, Desa Kaligintung, Kecamatan Temon. Pesanggrahan itu menjadi tempat beristirahat sementara bagi keluarga PA yang akan memakamkan kerabat yang wafat di makam tersebut.
Makam Girigondo juga dibangun pada masa PA V. Berdasarkan sejarah, saat itu PA V mencari tempat pemakaman baru ketika makam-makam pendahulu mulai PA I- PA V di Kotagede penuh dan tidak ada tempat lagi. Kompleks Makam Girigondo ini dulu lebih dikenal dengan nama Gunung Keling, tempat yang bagus sekali dan berbau harum.
Sejak itu PA V membangun di puncak Girigondo menjadi kompleks pemakaman, belum ada jalan dan masjid yang sekarang ada. Sekitar 1900, PA V mangkat. kemudian dimakamkan pertama kali di Girigondo, perjalanan sejarah 'garwo' dan 'wayah' juga disemayamkan diini sampai ke PA VIII dan keturunannya. Bentuknya bersaf enam tingkat, dan puncaknya adalah makam raja-raja.
Pada masa PA VII di tahun 1990 baru dibuat masjid, yang dulu hanya berupa bangunan untuk transit atau beristirahat kerabat Puro Pakualaman ketika ingin berziarah. Lama kelamaan dibuat masjid dengan tujuannya untuk bersuci sebelum ziarah.
Pada 1960 mulai dibangun anak tangga ke kompleks makam, setelah kompleks makam di atas penuh, PA IX membuat sendiri di pertengahan tangga naik tepatnya di sisi kiri. Hingga kemudian Girigondo tidak hanya menerima kunjungan internal Puropakualaman, tetapi juga menjadi tempat wisata religi. Banyak pengunjung yang datang, kendati hanya sekedar untuk mengenal sejarah atau berziarah.
Seorang pengunjung dari Semaki, Kota Jogja, Suhardo mengaku baru kali pertama datang ke Girigondo. Berkunjung dan mengetahui aset PA di Kulonprogo, sangat bagus untuk pendidikan, apalagi untuk generasi muda.
"Agar tidak kehilangan jadi dirinya sebagai orang Jawa," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- GPIB Marga Mulya di Jogja Dibuka untuk Wisata Arsitektur Indis
- Cara Bersihkan Koper Usai Liburan agar Bebas Bakteri dan Bau
- Wisata DEB Balkondes Karangrejo Borobudur Ditawarkan ke Eropa
- Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia
- GIPI Sebut UU Kepariwisataan Baru Sejarah Kelam, Ini Alasannya
Advertisement
Advertisement
Harumkan RI di APULSE Seoul 2025, dr. Olivia Ong Dapat Pujian
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement




