Advertisement

5 Fakta Tugu Jogja, Pernah Runtuh karena Gempa

Bernadheta Dian Saraswati
Jum'at, 25 Maret 2022 - 16:07 WIB
Bernadheta Dian Saraswati
5 Fakta Tugu Jogja, Pernah Runtuh karena Gempa Suasana Tugu Jogja mulai dipadati warga untuk merayakan pergantian tahun. Foto diambil sebelum masa pandemi Covid-19 - Harian Jogja/Abdul Hamid Razak

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA-Tugu Jogja terus menjadi magnet bagi wisatawan. Banyak orang yang tertarik untuk berfoto di spot ikonik Jogja yang berada di persimpangan Jalan Margo Utomo, Jalan A.M. Sangaji, Jalan Jendral Sudirman, dan Jalan P. Diponegoro ini.

Saat malam minggu, Tugu Jogja ramai pengunjung. Mereka ingin berfoto dan menghabiskan malam sembari minum kopi di cafe-cafe yang ada di seputaran tugu. Meski Tugu Jogja yang juga disebut Tugu Golong Gilig ini berada di tengah jalan dan sudah diberi batas pagar agar orang-orang tidak mendekat, nyatanya simbol ikonik Kota Guded ini terus didatangi. Wisatawan juga sering menuju ke tengah untuk mendapatkan foto terbaik. 

Advertisement

Namun bagi Anda yang suka berfoto di depan Tugu Jogja, sudahkah Anda mengetahui sejarah, makna, dan perkembangan Tugu Jogja ini?

Berikut ini fakta-fakta seputar Tugu Jogja yang dilansir dari website kratonjogja.id:

1. Sejarah

Tugu Jogja dibangun setahun setelah Jogja berdiri, tepatnya pada tahun 1756. Bentuk awal bangunan ini berupa silinder (golong) dengan puncak berupa bulatan (gilig), sehingga dikenal dengan sebutan Tugu Golong Gilig. Bentuknya yang berupa golong gilig memiliki makna semangat persatuan antara rakyat dengan rajanya. Juga sebagai simbol atas filosofi Jawa Manunggaling Kawula Gusti yang bukan hanya berarti menyatunya rakyat dengan penguasa, tetapi juga menyatunya manusia dengan kehendak Sang Pencipta.

Baca juga: Perempuan Hampir Tertabrak saat Foto di Tugu Jogja, Warganet: Norak

2. Sumbu Filosofis

Tugu Golong Gilig berada di utara Kraton Jogja dan menjadi bagian dari sumbu filosofis yang membentang dari Gunung Merapi, Tugu Golong Gilig, Kraton, Panggung Krapyak, dan Laut Selatan. Karena bentuknya yang panjang dan warnanya yang putih, orang Belanda menyebutnya sebagai white paal (tiang putih). Oleh sebab itu hingga kini, Tugu Golong Gilig kadang masih disebut sebagai Tugu Pal Putih.

3. Jadi Tiang Pandang

Pada masa lalu bulatan atau gilig pada puncak tugu digunakan sebagai titik pandang ketika Sri Sultan sinawaka (meditasi) di Bangsal Manguntur Tangkil. Bangsal Manguntur Tangkil adalah ruang tahta yang terletak di Siti Hinggil Lor, pelataran kraton yang tanahnya ditinggikan.

4. Pernah Runtuh

Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VI tepatnya tanggal 10 Juni 1867, terjadi gempa tektonik berskala besar di Jogja. Beberapa bangunan runtuh, termasuk Tugu Golong Gilig. Pilar tugu patah kurang lebih sepertiga bagian. Peristiwa ini dikenang dalam candra sengkala yang berbunyi Obah Trus Pitung Bumi (tujuh bumi terus berguncang), menunjuk pada angka 1796 tahun Jawa.

5. Sempat Terbengkalai

Selama beberapa tahun, Tugu Golong Gilig terbengkelai. Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII (1877-1921), tugu ini barulah dibangun kembali dan diresmikan pada tanggal 3 Oktober 1889. Pembangunan kembali ini mengubah bentuk tugu dari yang semula berbentuk golong dan gilig, menjadi berbentuk persegi dan berujung lancip seperti sekarang. Selain itu ketinggian tugu yang semula 25 meter menjadi 15 meter saja. Hal ini ditengarai, desain baru ini merupakan strategi pemerintah Belanda untuk menghilangkan simbol kebersamaan raja dan rakyat yang ditunjukkan oleh desain tugu sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Mudik Lebaran, Gunungkidul Bakal Dijejali 154.000 Kendaraan

Gunungkidul
| Kamis, 28 Maret 2024, 18:07 WIB

Advertisement

alt

Perawatan dan Pengobatan Penyakit Kronis Pada Lansia

Lifestyle
| Kamis, 28 Maret 2024, 08:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement