Advertisement

Mengenal Jogja lewat Diorama

Sirojul Khafid
Rabu, 02 Oktober 2024 - 22:17 WIB
Maya Herawati
Mengenal Jogja lewat Diorama Diorama Arsip Jogja beberapa waktu lalu. - Ist - Diorama Arsip Jogja

Advertisement

JOGJA—Diorama Arsip Jogja menjadi lorong waktu memahami awal mula Jogja. Riset, koleksi, dan teknologi menjadi paduan kekuatan yang memanjakan pengunjung.

Suara riuh pengunjung dan pegawai Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) DIY sesekali terdengar. Namun menjelang pukul 10.00 WIB tepat, kumandang lagu Indonesia Raya membuat suasana menjadi hening. Pegawai dan pengunjung Diorama Arsip Jogja yang sedang menunggu, serentak berdiri. Mereka mendengarkan lagu kebangsaan Indonesia tersebut.

Advertisement

Pengunjung diorama kembali duduk setelah lagu usai. Mereka menggunakan name tag sebagai penanda pengunjung. Saat jadwal masuk, pemandu memimpin tur “mengenal” Jogja dari lahir sampai saat ini.

Selepas menanggalkan alas kakinya, sekelompok pengunjung akan lesehan di ruangan gelap. Mereka akan tersaji kisah 450 tahun silam, kembali ke masa Panembahan Senopati. Ini bibit awal lahirnya Jogja. Presentasi arsip berupa tayangan video animasi. Nuansanya seperti menonton bioskop, dengan layar yang sangat dekat.

Ini baru satu dari total 18 segmen yang ada di Diorama Arsip Jogja. Masing-masing segmen menceritakan Jogja dari masa ke masa. “Di segmen satu ini, banyak orang terkejut dengan kemunculan penari [dari asap],” kata Kepala DPAD DIY, Kurniawan, Rabu (2/10).

Penari yang Kurniawan maksud berasal dari teknologi fogscreen. Secara garis besar, akan ada asap yang menjadi layar, yang menampilkan video penari. Dia menarikan Bedaya Semang, salah satu seni sakral peninggalan yang ada di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Fogscreen merupakan satu dari sekian pendekatan teknologi dalam mempresentasikan arsip di diorama. Di sejumlah segmen lain terdapat teknologi augmented reality hingga hologram. Melalui bantuan smartphone, augmented reality memungkinkan pengunjung melihat animasi dari setiap koleksi di diorama. Sementara hologram bisa membuat gambar manusia seakan hidup, termasuk tersenyum pada pengunjung. Ada pula replika rel kereta api yang sering menjadi spot foto para pengunjung.

Sejak dirilis pertama kali pada Februari 2022, pengunjung Diorama semakin ramai. Tujuan utamanya untuk mengenalkan sejarah Jogja dengan cara berbeda. “Dengan sentuhan teknologi bisa lebih menarik,” kata Kurniawan. “Keuntungan diorama yang berada di satu lantai, membuat pengunjung terjaga emosinya dari awal hingga akhir, seperti menonton film. Kalau berada di beda lantai, emosi atau mood tidak terjaga.”

Perkembangan dan Tantangan

Setiap segmen punya durasinya masing-masing. Saat pengunjung sudah harus berpindah ke segmen berikutnya, lampu ruangan tersebut akan padam. Sementara lampu ruangan untuk segmen berikutnya akan menyala. Begitu seterusnya hingga seluruh rangkaiannya selesai.

Pamor Diorama Arsip Jogja juga seakan semakin menyala. Jumlah pengunjung dari waktu ke waktu semakin bertambah. Di tahun pertama rilis, pengunjung gratis untuk masuk diorama dari Februari hingga November. Kepala Bidang Pengelolaan Arsip Statis DPAD DIY, Rakhmat Sutopo, mengatakan pada 2022, total pengunjung sebanyak 23.679 orang.

Berlanjut pada 2023, jumlah pengunjung 26.616 orang. Kunjungan itu menghasilkan pendapatan asli daerah sebesar Rp613,5 juta. Pada 2024, dari Januari hingga September, sudah ada 26.865 pengunjung. Pendapatan di angka Rp639,9 juta dari target Rp650 juta. “Luar biasa animo masyarakat.

Padahal masih banyak yang belum tahu diorama, tapi antusiasmenya sudah seperti ini. Dengan nantinya semakin banyak yang tahu diorama, akan semakin banyak pengunjung yang datang,” katanya.

Semakin banyaknya pengunjung yang datang, selaras dengan meningkatnya tantangan. Pengunjung yang sudah pernah datang, perlu diberi sesuatu yang baru agar datang lagi. Atau masyarakat yang belum pernah berkunjung agar puas dan hendak datang lagi.

Kurniawan merasa perlu terus melihat dinamika pengunjung. Agar Diorama Arsip Jogja terus berkembang, perlu ada kebaruan atau strategi segmen pengunjung. Misalnya 90% masyarakat Jogja pernah datang ke diorama, maka target pengunjung bisa bergerak ke luar warga lokal. Penambahan teknologi baru juga bisa menjadi daya tarik tambahan.

Seperti yang saat ini sedang berlangsung, ada perbaikan di segmen 18 Diorama Arsip Jogja. Akhir tahun 2024, wajah segmen 18 akan sepenuhnya baru, dengan menceritakan proses pengakuan Keistimewaan Jogja dari Pemerintah Republik Indonesia. “Dari sisi teknologi mungkin ada peluang dikembangkan lagi. Misalnya di segmen 17 atau bagian bencana gempa, ruangannya bisa dibuat seperti berguncang beneran, agar lebih terasa,” kata Kurniawan.

“Ada wacana juga untuk menyediakan virtual reality (VR), jadi dari mana pun bisa menikmati Diorama Arsip Jogja, tapi tetap bayar untuk mengakses. Itu bisa menjadi pertimbangan kami, meski tentunya beda antara VR dengan datang langsung ke sini,” kata Rakhmat.

BACA JUGA: Lebanon Diserang Israel, Keadaan Prajurit TNI Dipastikan Baik

Tak Harus Jadi Orang Jogja

Kesan dan ingatan baik tertanam di benak Bianca Lisa. Sebagai orang yang tidak begitu minat dengan arsip atau museum, Lisa sempat ogah-ogahan saat temannya mengajak berkunjung ke Diorama Arsip Jogja. Namun lantaran tidak ada kegiatan lain, akhirnya dia menuruti ajakan temannya.

Sejak awal hingga akhir, Lisa tidak merasa bosan. Bayangannya tentang arsip cukup berbeda sejak berkunjung ke Diorama Arsip Jogja. “Yang menarik, tiap ruangan punya konsep yang berbeda. Banyak tempat yang bagus buat foto. Bagiku yang tidak begitu suka arsip, diorama cukup menghibur dan menyenangkan,” kata pegawai swasta yang tinggal di Sleman tersebut.

Lisa perantau dari Kepulauan Riau. Berkunjung ke Diorama Arsip Jogja cukup memberikan gambaran tentang sejarah Jogja. Salah satu tujuan DPAD DIY memang ingin mendekatkan anak muda dengan sejarah dan tradisi Jogja. “Ngarsa Dalem ngendika [berkata], orang yang tinggal di Jogja tidak harus jadi orang Jogja, tapi [perlu] memahami tradisi dan sejarah Jogja. Salah satunya bisa dengan menonton Diorama Arsip Jogja,” kata Rakhmat.

Di segmen terakhir Diorama Arsip Jogja versi lama, alias belum dengan wajah baru, terdapat beberapa video. Setiap video memperlihatkan orang yang memberi kesan dan makna tentang Jogja. Mereka berasal dari banyak latar belakang, baik warga lokal Jogja maupun pendatang. Di sesi akhir dari tur “mengenal” Jogja, pemandu akan bertanya, “Menurut kamu, Jogja adalah …”

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Pemkab Bantul Buka Seleksi PPPK 2024, Tersedia 686 Formasi

Bantul
| Kamis, 03 Oktober 2024, 00:07 WIB

Advertisement

alt

Ini Kiat Agar Anak Terhindar dari Pemikiran Kriminal Menurut Psikolog

Lifestyle
| Rabu, 02 Oktober 2024, 21:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement