Advertisement
Libur Panjang Akhir Pekan, Wisata Edukasi Mangrove dan Camping di Pantai Baros Bisa Jadi Pilihan

Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL–Kawasan wisata Pantai Baros, Bantul, menyimpan potensi besar sebagai destinasi edukatif yang menggabungkan konservasi mangrove dan wisata alam seperti camping, memancing, hingga kegiatan akademik. Libur panjang akhir pekan bisa dimanfaatkan dengan berkunjung dan berpelesir ke tempat ini.
Setiyo, perwakilan komunitas pemuda-pemudi Baros menjelaskan bahwa kawasan Baros kerap menjadi tujuan kegiatan akademisi, riset, dan instansi, utamanya dalam konteks edukasi lingkungan dan perencanaan tata ruang.
Advertisement
Menurutnya, sebagian besar inisiatif konservasi dan wisata justru digerakkan oleh pemuda setempat dengan dana dari kas internal.
Baros sendiri telah mengembangkan camping ground sebagai bagian dari diversifikasi wisata. Fasilitas ini mulai dirintis serius sejak 2020, meski embrionya sudah ada sejak awal 2000-an. Saat ini, pengunjung bisa berkemah dengan membayar Rp10.000–Rp15.000, sementara sewa tenda berkisar Rp50.000 untuk kapasitas empat hingga enam orang.
"Namun memang fasilitas penunjang masih terbatas hanya ada sekitar 10 paket tenda, kamar mandi, penerangan, dan satu gazebo," jelasnya, Jumat (30/5/2025).
BACA JUGA: 100 Narapidana Risiko Tinggi Dipindahkan ke Nusakambangan, Pengawalan Sangat Ketat
"Camping itu bonus. Tapi inti dari semuanya adalah edukasi dan konservasi mangrove. Sayangnya, infrastruktur belum siap menampung banyak tamu. Masih bersifat residential," katanya.
Area ini kerap digunakan wisatawan untuk menikmati suasana sore hari sambil bersantai menyaksikan matahari perlahan-lahan tenggelam. Dengan keberadaan sabana yang tak terlalu besar tapi cukup luas, juga menambah kesan asri dan sejuk kawasan setempat.
Hanya saja, luasan mangrove di kawasan Baros kini menyusut drastis. Dari yang sebelumnya 10 hektare, kini tersisa sekitar 5–6 hektare akibat abrasi, terutama sejak Badai Cempaka 2018 yang menggerus hingga 5 hektare lahan.
"Yang paling parah ya pas badai itu. Banyak pohon pelindung seperti waru, pandan, dan mangrove yang berumur 25 tahun tumbang karena akarnya dangkal dan tanahnya terkikis gelombang," jelas Setiyo.
Kini, tantangan terbesarnya adalah menjaga kawasan tetap lestari di tengah keterbatasan fasilitas dan dukungan. “Konservasi adalah ruh wisata Baros. Kalau tidak ditata berkelanjutan, daya tarik ini bisa hilang,” jelasnya.
Dengan meningkatnya minat wisatawan dan kegiatan akademik, Setiyo berharap ada keseriusan dari pemerintah maupun desa untuk mengalokasikan anggaran secara berkelanjutan demi menjaga dan mengembangkan ekosistem mangrove Baros sebagai laboratorium alam sekaligus destinasi wisata edukatif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Empat Kuliner Jepang yang Jadi Buruan Wisatawan Dunia
- Gen Z Dorong Tren Wisata 2025, Kuala Lumpur dan Bangkok Jadi Favorit
- Perayaan HUT Kemerdekaan RI, Semarak Merah Putih Berkibar di Candi Prambanan, Borobudur dan Ratu Boko
- Agenda Wisata di Jogja Pekan Ini, 26-31 Juli 2025, Bantul Creative Expo, Jogja International Kite Festival hingga Tour de Merapi 2025
- Sendratari Ramayana Prambanan Padhang Bulan Hadirkan Nuansa Magis Bulan Purnama dan Budaya Jawa nan Sakral
Advertisement

Viral Remaja Menenteng Celurit Bikin Resah, Polisi Tangkap 5 Pelajar
Advertisement

Wamenkomdigi Dorong Medsos Sediakan Alat Cek Deepfake
Advertisement
Advertisement
Advertisement