Advertisement

Menapaki Jejak Paku Alam di Pesisir Selatan Kulonprogo

Uli Febriarni
Sabtu, 30 Juni 2018 - 19:17 WIB
Nina Atmasari
Menapaki Jejak Paku Alam di Pesisir Selatan Kulonprogo Sejumlah pengunjung sedang melihat-lihat dan memerhatikan lingkungan di Pesanggrahan Girigondo, yang berada di halaman Kompleks makam Girigondo, Kaligintung, Temon, beberapa waktu lalu. - Harian Jogja/ Uli Febriarni

Advertisement

Harianjogja.com, KULONPROGO- Kulonprogo merupakan wilayah paling barat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang memiliki banyak jejak pemerintahan Kadipaten Puro Paku Alam (PA). Berikut jejak Puro di kawasan Pantai Glagah dan di salah satu sisi Desa Kaligintung.

Bila menyusuri jalan raya jurusan Wates menuju Purworejo, ada sebuah jalan berbelok ke arah selatan di wilayah Desa Demen. Untuk orang umum, jalur tersebut akan membawa mereka menuju ke Pantai Glagah, kawasan swafoto taman bunga matahari dan Pelabuhan Tanjung Adikarto.

Advertisement

Namun bila jalur itu ditelusuri perlahan, tepat pada sebuah jalan tikungan berbelok ke arah barat, ada sebuah bangunan bergaya jadul yang di depannya terpasang plang nama kantor PT Jogja Magasa Iron (JMI).

Benar kalau bangunan tersebut adalah sebuah artefak bersejarah. Seperti yang diungkapkan oleh Pengageng Urusan Kapanitran Kadipaten Puro Pakualaman, KRT Projo Anggono, bangunan itu adalah Pesanggrahan Glagah. Berbicara soal pesanggrahan, Kadipaten Puro Pakualaman memiliki dua Pesanggrahan, yakni Pesanggrahan Glagah dekat laut, dan Pesanggrahan Hargopeni, Kaliurang dekat gunung.

Keberadaan Pesanggrahan Glagah di Temon ini diawali sebuah histori, kala itu PA V tengah berupaya keras membangun sektor pertanian di Kulonprogo yang dulu bernama Adikarto. Dulu bentuknya masih berupa rawa-rawa dan pasir di dekat pantai. Hingga kemudian PA V membuat drainase dan Pesanggrahan Glagah berbentuk bangunan rumah joglo biasa.

Bangunan yang hingga kini masih didominasi dengan cat warna putih itu, di beberapa sisinya, selain sebagai tempat beristirahat, juga digunakan oleh kerabat Puro Pakualaman ketika ingin berpariwisata di Adikarto.

"Bisa ketika putri ke berlibur ke pantai, sementara yang laki-laki berburu ke hutan mencari kijang," kata dia, beberapa waktu lalu.

Sejarah berjalan, di masa PA VI dan VII baru mulai dilakukan perubahan. Bangunan Joglo disentuh gaya dengan Eropa, fungsinya juga bertambah termasuk untuk upacara adat, salah satu agenda labuhan yang sampai saat ini masih terus dilanggengkan.

Nah, bila melaksanakan labuhan, persiapan dilakukan di pesanggrahan ini. Peserta labuhan akan berkumpul dan menyiapkan ubo rampe, setelah didoakan baru kemudian warga diiring bergodo pakualaman, dan sentono dalem menempuh jarak sekitar 3,5 kilometer dan melarung ubo rampe. Upacara labuhan itu biasanya dilaksakanakan setiap bulan September atau Suro dalam penanggalan Jawa.

Ada satu pesanggrahan lain yang ternyata dibangun oleh PA, bukan dibangun sejak awal, melainkan berada di dalam Kompleks Makam Girigondo, Desa Kaligintung, Kecamatan Temon. Pesanggrahan itu menjadi tempat beristirahat sementara bagi keluarga PA yang akan memakamkan kerabat yang wafat di makam tersebut.

Makam Girigondo juga dibangun pada masa PA V. Berdasarkan sejarah, saat itu PA V mencari tempat pemakaman baru ketika makam-makam pendahulu mulai PA I- PA V di Kotagede penuh dan tidak ada tempat lagi. Kompleks Makam Girigondo ini dulu lebih dikenal dengan nama Gunung Keling, tempat yang bagus sekali dan berbau harum.

Sejak itu PA V membangun di puncak Girigondo menjadi kompleks pemakaman, belum ada jalan dan masjid yang sekarang ada. Sekitar 1900, PA V mangkat. kemudian dimakamkan pertama kali di Girigondo, perjalanan sejarah 'garwo' dan 'wayah' juga disemayamkan diini sampai ke PA VIII dan keturunannya. Bentuknya bersaf enam tingkat, dan puncaknya adalah makam raja-raja.

Pada masa PA VII di tahun 1990 baru dibuat masjid, yang dulu hanya berupa bangunan untuk transit atau beristirahat kerabat Puro Pakualaman ketika ingin berziarah. Lama kelamaan dibuat masjid dengan tujuannya untuk bersuci sebelum ziarah.

Pada 1960 mulai dibangun anak tangga ke kompleks makam, setelah kompleks makam di atas penuh, PA IX membuat sendiri di pertengahan tangga naik tepatnya di sisi kiri. Hingga kemudian Girigondo tidak hanya menerima kunjungan internal Puropakualaman, tetapi juga menjadi tempat wisata religi. Banyak pengunjung yang datang, kendati hanya sekedar untuk mengenal sejarah atau berziarah.

Seorang pengunjung dari Semaki, Kota Jogja, Suhardo mengaku baru kali pertama datang ke Girigondo. Berkunjung dan mengetahui aset PA di Kulonprogo, sangat bagus untuk pendidikan, apalagi untuk generasi muda.

"Agar tidak kehilangan jadi dirinya sebagai orang Jawa," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Top Ten News Harianjogja.com, Kamis 15 Mei 2025: Sultan HB X Ingatkan Pembangunnan tidak hanya fisik hingga Sapi Kurban Anom van Pleret Jadi Pilihan Prabowo

Jogja
| Kamis, 15 Mei 2025, 09:57 WIB

Advertisement

alt

Begini Cara Mendapatkan Diskon 50 Persen Tambah Daya dari PLN, Berlaku hingga 23 Mei 2025

Lifestyle
| Kamis, 15 Mei 2025, 10:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement