Advertisement

Promo November

Arti 4 Prasasti yang Tertempel di Tugu Jogja

Bernadheta Dian Saraswati
Senin, 23 Mei 2022 - 14:27 WIB
Bernadheta Dian Saraswati
Arti 4 Prasasti yang Tertempel di Tugu Jogja Tugu Pal Putih atau Tugu Jogja - Harian Jogja/Bernadheta Dian Saraswati

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA-Tugu Jogja atau Tugu Pal Putih adalah salah satu ikon Kota Gudeg. Sebuah monumen tinggi menjulang warna putih dengan ujung emasnya yang runcing ini selalu jadi magnet bagi wisatawan untuk berfoto di sekelilingnya. 

Tugu Jogja atau Tugu Golong Gilig yang dibangun pada 1756 ini bisa ditemui di persimpangan Jalan Margo Utomo (dahulu Jalan Mangkubumi), Jalan AM Sangaji, Jalan Jenderal Sudirman, dan Jalan P Diopnegoro. 

Advertisement

Monumen yang menjadi simbol persatuan raja dan rakyat ini memiliki bentuk persegi dan lancip pada ujung atasnya. Bentuk ini telah mengalami perubahan setelah roboh pasca gempa yang melanda pada 1867. Dahulu monumen ini berbentuk golong (silinder) dan gilig (bulatan).

Pada Tugu Jogja saat ini, terdapat empat prasasti yang tersemat pada empat sisinya. Dilansir dari kratonjogja.id, empat prasasti yang ditulis menggunakan aksara Jawa dan berbingkai kotak emas ini merekam proses pembangunan Tugu Jogja kembali.

Baca juga: 5 Fakta Tugu Jogja, Pernah Runtuh karena Gempa

Di sisi barat terdapat prasasti yang berbunyi, “YASAN DALEM INGKANG SINUHUN KANJENG SULTAN HAMENGKUBUWANA KAPING VII”. Prasasti ini menunjukkan bahwa tugu tersebut dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VII.

Di sisi timur berbunyi, “INGKANG MANGAYUBAGYA KARSA DALEM KANJENG TUWAN RESIDHEN Y. MULLEMESTER”. Prasasti ini menyebutkan bahwa Y. Mullemester, Residen Yogyakarta waktu itu, menyambut baik pembangunan tugu tersebut. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Belanda tidak terlibat dalam pendanaan.

Di sisi selatan, “WIWARA HARJA MANGGALA PRAJA, KAPING VII SAPAR ALIP 1819”. Wiwara Harja Manggala Praja merupakan sengkalan yang menandai selesainya pembangunan Tugu Golong Gilig yang baru. Wiwara berarti gerbang, mewakili angka sembilan. Harja bermakna kemakmuran, mewakili angka satu. Manggala bermakna pemimpin, mewakili angka delapan. Sementara Praja bermakna negara, mewakili angka satu.

Dapat diartikan bahwa perjalanan menuju gerbang kemakmuran dimulai dari pemimpin negara. Sengkalan ini menunjuk pada angka 1819, sesuai dengan tahun yang ditulis di bawahnya. Di atas tulisan tersebut terdapat lambang padi dan kapas dengan tulisan HB VII, juga lambang mahkota Belanda di puncaknya. Lambang ini adalah lambang resmi yang dipakai oleh Sri Sultan Hamengku Buwana VII.

Di sisi utara terdapat prasasti yang berbunyi, “PAKARYANIPUN SINEMBADAN PATIH DALEM KANJENG RADEN ADIPATI DANUREJA INGKANG KAPING V. KAUNDHAGEN DENING TUWAN YPF VAN BRUSSEL. OPSIHTER WATERSTAAT”. Prasasti ini menyebutkan bahwa pelaksanaan pembangunan tugu dipimpin oleh Patih Danurejo V (1879-1899), dan arsitektur tugu dirancang oleh YPF Van Brussel, seorang petugas Dinas Pengairan Belanda yang bertugas di Yogyakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Perluasan RSUD Panembahan Senopati Bantul Tinggal Menunggu Izin Gubernur

Bantul
| Jum'at, 22 November 2024, 15:47 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Daun Wijen dan Manfaatnya untuk Kesehatan

Lifestyle
| Kamis, 21 November 2024, 22:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement