Advertisement
Sekar Kedhaton Sajikan Sedapnya Menu Era Mataram

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Sekar Kedhaton Restaurant terus bertahan dengan menyajikan menu khas era Mataram Islam. Menu-menu ini diolah dengan cara tradisional dengan bahan baku rempah asli yang sudah jarang ditemukan.
General Manager Sekar Kedhaton Restaurant, Mohammad Iriyanto menjelaskan restoran yang ia kelola itu terus berupaya dan berkomitmen melestarikan menu raja-raja Mataram Islam. Tak pelak, upaya itu mendapat dukungan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIY.
Advertisement
Dia menjelaskan, sejumlah ciri khas yang dipertahankan dalam menyajikan menu legendaris tersebut antara lain bahan makanan tidak mengandung pengawet, cara masak menggunakan bara api, gula memakai aren hingga menggunakan santan kelapa asli.
“tidak banyak restoran yang menyajikan menu era kerajaaan Mataram Islam ini, bahkan bisa dibilang semakin luntur karena banyaknya restoran modern. Kami tetap bertahan untuk menyajikan menu-menu ini,” katanya saat berkunjung ke kantor Harian Jogja, Kamis (23/3/2023).
Adapun seumlah menu tersebut di antaranya Daging Krengseng yang cara memasaknya telah dikonsultasikan dengan BPBC bahwa sesuai dengan prasasti Mataram. Salah satu bumbunya adalah dengan menggunakan cabai puyang sehingga tidak menggunakan cabai pada umumnya.
“Cabai puyang merupakan rempah Jawa yang saat ini sudah sangat susah didapatkan,” ucap dia.
Selain itu ada Ayam Lembaran yang di dalamnya ada potongan daging dilengkapi dengan kuah santan asli. Menu ini biasanya dipadu dengan Sekul Lempeng yang merupakan nasi gurih dibungkus daun pisang kemudian dibakar. Bedanya jika era Raja Mataram nasi ini di tengahnya ada butiran emas, sedang yang disajikan di Sekar Kedhaton diganti dengan srundeng kelapa.
“Menu favoritnya memang Ayam Lembaran, ini memasaknya butuh waktu lima jam pakai tanah liat. Menu ini zaman dahulu biasa dipakai oleh menjamu tamu raja,” katanya.
Selain itu ada Mangut Beong yang menurut beberapa referensi menu ini sudah ada sejak Mataram Kuno. Ikan beong ini juga tidak banyak yang membudidayakan, sehingga dia pun harus mengambil dari Magelang.
“Selain itu masih banyak, ada jenang baro-baro, jenang abang, ini menu pembuka biasanya dimakan sebelum makan [berat]. Magut Lele juga ada, kemudian Bebek Mataram ini uniknya ada potongan jeroan yang masaknya pakai minyak wijen,” ujarnya.
Iriyanto berharap keberadaan sajian menu tersebut tidak hanya sebagai salah satu cita rasa kuliner saja akan tetapi menjadi edukasi terutama bagi generasi muda agar memahmi menu-menu legendaris zaman dahulu.
“Kami juga selalu memberikan layanan terbaik untuk tamu, soal porsi juga jangan sampai tamu merasa kurang. Tamu datang kami jemput di parkiran dan pulang diantar sampai mobil,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Amerika Serikat Keluarkan Peringatan Perjalanan untuk Warganya ke Indonesia, Hati-Hati Terorisme dan Bencana Alam
- Daftar Tempat Wisata dengan Antrean Terlama, Pengunjung Harap Bersabar
- Pakar UGM: DIY Perlu Kembangkan Wisata Weekdays
- Menikmati Keindahan Danau Baikal di Siberia Tenggara, Tertua di Bumi Berusia 25 Juta Tahun
- Liburan ke Garut, Ini Lima Tempat Wisata Alam Tersembunyi yang Layak Dinikmati
Advertisement

Tanah Tutupan di Bantul Sudah Bersertifikat, Warga Tuntut Ganti Rugi JJLS
Advertisement

Air yang Melewati Proses Distilasi Itu Baik untuk Dikonsumsi
Advertisement
Berita Populer
- Daftar Tempat Wisata dengan Antrean Terlama, Pengunjung Harap Bersabar
- Amerika Serikat Keluarkan Peringatan Perjalanan untuk Warganya ke Indonesia, Hati-Hati Terorisme dan Bencana Alam
- Air Terjun Luweng Sampang: Indahnya Lapisan Tebing di Air Jernih
- Penutupan Wisata Taman Nasional Manusela Diperpanjang
Advertisement