Advertisement

Wisata Menginap di Rumah Warga untuk Mengenal Budaya Kini Jadi Tren

Salsabila Annisa Azmi
Jum'at, 23 November 2018 - 09:35 WIB
Maya Herawati
Wisata Menginap di Rumah Warga untuk Mengenal Budaya Kini Jadi Tren Siswa SMP belajar menanam padi di sawah - ist/Dokumentasi Museum Tani Jawa Indonesia

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Model wisata di DIY kini kian beragam. Selain wisata swafoto dengan penyediaan spot menarik, kini pelaku industri wisata berlomba-lomba mengajak wisatawan datang ke desa mengenal budaya lokal. Sasarannya adalah keluarga dan siswa sekolah dengan paket wisata edukasi.  

Salah satunya seperti ditawarkan desa wisata yang sedang berkembang di Kabupaten Bantul yaitu Desa Wisata Candran. Sejak 2005, desa wisata ini memiliki Museum Tani Jawa Indonesia yang dimaksudkan sebagai pelengkap wisata edukasi yang lebih dulu ada.

Advertisement

Keduanya berfokus pada pelestarian budaya bertani warga Dusun Candran, Desa Kebonagung, Imogiri Bantul. Di sini, wisatawan bisa menikmati wisata edukasi dengan mengikuti beberapa kegiatan, mulai dari kegiatan pertanian, membuat emping maupun makanan tradisional lain, membuat kerajinan gerabah, hingga belajar tari Nini Thowong. Meski begitu, kegiatan edukasi yang menjadi andalan ialah sektor pertanian, yang mana memungkinkan pengunjung untuk menanam padi, membajak sawah, hingga menangkap ikan.

Edukator di Museum Tani Jawa Indonesia, Devi Catur Pawestri menuturkan bahwa umumnya peminat wisata edukasi di Desa Wisata Candran ialah wisatawan mancanegara dan kalangan orang perkotaan. “Biasanya bule dan orang kota. Mereka datang serombongan keluarga atau dari sekolah Internasional,” kata Devi saat ditemui Harian Jogja.com belum lama ini.

Devi menambahkan, dari empat paket yang disediakan oleh Desa Wisata Candran, paket pertama merupakan yang paling diminati pengunjung. Paket seharga Rp95.000 per orang ini memungkinkan wisatawan untuk dapat berkeliling desa dengan menggunakan sepeda, menonton gejog lesung, mengunjungi Museum Tani Jawa Indonesia, mengunjungi industri rumahan tempe dan emping, serta bendungan.

Devi menegaskan bahwa keberadaan wisata edukasi seperti ini sangat diperlukan di tengah modernitas. “Di sini misal ada anak-anak yang datang, mereka bisa lihat gimana sih caranya menanam padi yang pakai sistem mundur itu, bagaimana membajak sawah dengan kerbau, bukan traktor, dan yang terpenting anak-anak kota ini tahu seberapa besar jerih payah petani dalam mengolah nasi. Biar enggak suka buang-buang makanan lagi,” jelasnya.

Meski menyediakan fasilitas live in yaitu wisatawan tinggal bersama warga desa di homestay milik warga, tetapi belum banyak pengunjung yang memanfaatkannya. Sebab, paket kegiatan yang ditawarkan Desa Wisata Candran umumnya bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari satu hari.

Paket wisata live in juga ditawarkan Desa Wisata Tembi.  “Kalau November dan Desember, tiap bulannya biasanya ada sekitar 100 wisatawan baik yang mengambil paket live in maupun hanya mengambil paket outbond saja. Kalau siswa, ada rombongan taman kanak-kanak yang live in, tetapi lebih banyak rombongan siswa usia SMA yang kemari,” kata Ketua Desa Wisata Tembi, Dawud Subrata, 60, saat di Sekretariat Desa Wisata Tembi belum lama ini.

Dawud mengatakan pada Desember mendatang, paket live in sudah hampir fully booked. Pasalnya ada rombongan siswa SMA sebanyak 350 anak beserta 26 guru yang datang pada liburan akhir tahun. Mereka akan bebas memilih 92 homestay reguler atau 17 homestay ber AC yang ada di RT 01 hingga RT 08. Dawud pun menjelaskan rangkaian aktivitas live in yang bisa mereka pilih dan rasakan manfaatnya dari segi edukasi.

Wisata live in dapat dipesan dua hari sebelum kedatangan dengan jumlah minimal 25 orang. Jenis paketnya pun bervariasi, mulai dari paket kegiatan kerajinan, kegiatan kuliner, keliling wisata, kegiatan kesenian hingga outbond dalam paket live in.

“Ketika siswa datang kemari, kami akan sambut dengan seremoni bersama warga sekitar. Mereka kami kumpulkan di Joglo, kemudian kami ceritakan seputar kegiatan warga Tembi, budayanya, sejarah Desa Wisata Tembi juga, setelah itu mereka ke homestay, istirahat, kemudian mulai paket kegiatan yang sudah dipilih,” kata Dawud.

Aktivitas Siswa

Wisatawan siswa biasanya live in selama satu hingga dua hari. Selama live in, mereka melakukan tiga hingga lima jenis aktivitas bersama warga sekitar. Masing-masing kegiatan dilakukan rata-rata dalam waktu satu jam, seperti membatik cap atau tulis dengan bimbingan perajin Wukirsari dan ahli budaya dari ISI Jogja yang diundang langsung ke Desa Wisata Tembi, membuat tempat pensil hingga aktivitas outbond seperti perlombaan menangkap belut dan bebek di sawah.

Dawud mengatakan seluruh kegiatan itu tak hanya berfungsi mengedukasi siswa TK hingga SMA tentang kebudayaan Kota Jogja, namun juga kebudayaan berbasis entrepreneurship sejak dini.

Melalui kegiatan itu, siswa belajar membuat produk lokal dan membawa pulang produk itu. Contohnya batik dan tempat pensil. Nantinya, mereka diharapkan bisa memamerkan produk itu ke kota asalnya. Pengetahuan skill membuat produk itu juga akan menempel di benak mereka dan dapat mereka gunakan untuk berbisnis atau kegiatan positif lainnya.

Sedangkan kegiatan outbond menurut Dawud, lebih cocok untuk siswa TK karena mengajarkan mereka kerjasama, meningkatkan motorik dan kemampuan bersosialisasi mereka dengan manusia dan alam di sekitar mereka. “Kami ada juga paket keliling wisata naik dokar untuk wisatawan siswa, rutenya melewati pedesaan. Tujuannya ke Desa Kerajinan Kulit Manding. Itu bisa dilakukan paginya sebelum hari kepulangan, kalau tidak pagi, bisa sore, biar tidak panas,” kata Dawud. (ST15)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Kirab Pengantin Tebu di Pabrik Gula Madukismo

Bantul
| Selasa, 23 April 2024, 21:27 WIB

Advertisement

alt

Resep Jangan Ndeso Lombok Ijo Khas Gunungkidul yang Nikmat untuk Disantap

Lifestyle
| Senin, 22 April 2024, 10:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement