Advertisement

Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Jogja, Ini Seluk Beluk Lemper

Nina Atmasari
Kamis, 04 November 2021 - 11:57 WIB
Nina Atmasari
Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Jogja, Ini Seluk Beluk Lemper Lemper. - ist/wikipedia

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA-- Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menetapkan sebanyak 26 Warisan Budaya Tak Benda DIY sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia 2021. Salah satunya adalah Lemper Yogyakarta.

Lemper adalah makanan yang mudah ditemui di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), serta daerah di sekitarnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Makanan ini memiliki ciri khas bungkus makanannya yang berupa daun pisang yang digulung. Seiring perkembangan zaman, lemper kini juga dimodifikasi dengan dibungkus kertas makanan, namun dengan bentuk yang sama dengan bungkusan daun pisang.

Advertisement

Makanan di dalam gulungan itu yang terbuat dari ketan yang biasanya berisi abon atau cincangan daging ayam. Pada zaman dahulu, di tengah bulatan ketan itu diisi dengan kelapa muda yang diparut dan dimasak hingga mirip abon, yang disebut srundeng.

Namun, kini kebanyakan lemper diisi dengan daging ayam atau sapi. Gulungan lemper yang sudah dibungkus ini kemudian dikukus. Saat ini muncul inovasi lemper yang dibakar sehingga menghasilkan aroma yang khas.

Baca juga: 26 Warisan DIY Jadi Warisan Budaya Indonesia, Ini Daftar Lengkapnya: Lemper Hingga Wiwitan Pari

Lemper disukai karena bisa berfungsi mengganjal perut sebelum memasuki tahap makan besar. Lemper sering dijadikan menu favorit dalam snack box di antara kue-kue tradisional lainnya.

Pembuatan lemper mencakup persiapan mencincang daging ayam dan menanak ketan seperti menanak nasi (bisa ditambah dengan santan). Daging ayam yang sudah dicincang kemudian dibungkus dengan ketan, lalu ketan ini dibungkus lagi dengan daun pisang dalam bentuk besar memanjang hingga bentuknya menyerupai lontong namun berukuran kecil, 5 cm sampai 10 cm dengan diameter sekitar 3 cm.

Setelah dibungkus, selanjutnya dikukus sampai masak dan didinginkan. Lemper biasa disajikan dengan bungkusan daunnya. Namun, ada pula variasi penyajian yakni setelah dingin bungkusan lemper yang memanjang itu diiris-iris melintang dengan ketebalan sesuai keinginan sehingga isi cincangan daging ayam terlihat.

Dalam variasi pembuatan lemper ini sekarang sudah berubah terutama yang dikomersilkan yaitu setelah ketan masak dan diisi dengan cincangan daging ayam, besar ukurannya langsung disesuaikan dengan ukuran yang ditentukan kemudian digulung dengan pembungkus plastik rangkap dua bersilangan, setelah itu di isolasi dengan isolasi transparan tanpa melalui proses pengukusan dan langsung dijual. Hal ini dilakukan untuk menghemat waktu dan biaya.

Dikutip dari Etnis.id Di Jawa, lemper bukan hanya pengganjal perut. Makanan ini menjadi salah satu sajian wajib ritual Rebo Pungkasan. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Rebo Pungkasan diadakan di Alun-Alun Jejeran, Wonokromo, Bantul, Indonesia. Upacara tersebut dilakukan pada Rabu akhir dari bulan Safar karena pada tanggal tersebut, Kyai Usman Faqih (tokoh agama di Pleret) mengadakan pertemuan dengan Sri Sultan Hamengkubuwana I.

Dalam beberapa acara penting di Jawa, lemper tidak pernah absen menemani keseruan hajatan tersebut. Orang Jawa memilih lemper bukan karena cuma rasanya yang enak, ada simbol ajaran leluhur dalam sebungkus lemper.

Lemper ternyata memiliki arti mengajarkan pentingnya sikap kerendahhatian. Kata lemper merupakan singkatan dari bahasa Jawa, “Yen dielem atimu ojo memper”. Artinya, “Saat kamu dipuji orang lain, jangan sombong atau membanggakan diri”.

Makna lain dari makanan yang terbuat dari beras ketan ini, adalah dari teksturnya yang lengket. Leluhur memberi ajaran yang mulia lewat lengketnya lemper yang dimaknai cerminan dari rasa persaudaraan antarasesama manusia. Tak hanya itu, ada petuah mulia yang tersirat lagi.

Bahan utama berupa beras ketan, memang sengaja dipilih karena memiliki makna tersendiri. Ketan bisa juga dipanjangkan namanya menjadi “Ngraketaken paseduluran”, yang berarti merekatkan persaudaraan.

Jika melihat arti dari makanan ini, tidak mengherankan manakala dia kerap dihadirkan dalam berbagai acara-acara penting orang Jawa. Khususnya saat menjadi sajian utama tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat di daerah Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta: Rebo Pungkasan.

Rebo Pungkasan dilaksanakan setiap hari Rabu terakhir pada bulan Safar dan dimulai dari halaman masjid di Dusun Karanganom. Dalam upacara tersebut, lemper raksasa menjadi sajian utama di samping gunungan hasil bumi serta prajurit Kraton Yogyakarta.

Lemper dibagi dalam tiga bagian berupa daun pisang, nasi ketan serta daging cincang. Tiap-tiap bagian hadir dengan petuah masing-masing.

Masih dari Etnis.id, kehadiran dua tusuk bambunya merupakan simbol dari rukun Islam serta rukun iman. Daun pisang yang digunakan sebagai pembungkus juga memiliki arti yaitu merupakan lambang hal yang tidak baik atau sifat buruk.

Saat akan menikmati lemper, maka seorang harus membukanya terlebih dahulu. Bayangkan kalau tidak dibuka bungkusnya, rasanya bagaimana? Ini merupakan sebuah cerimanan, manakala seseorang ingin memperoleh kemuliaan dalam hidup, maka harus senantiasa membersihkan diri, membuang hal yang tidak baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Dukung Kelestarian Lingkungan, Pemda DIY Mulai Terapkan Program PBJ Berkelanjutan

Jogja
| Kamis, 28 Maret 2024, 16:17 WIB

Advertisement

alt

Perawatan dan Pengobatan Penyakit Kronis Pada Lansia

Lifestyle
| Kamis, 28 Maret 2024, 08:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement