Advertisement

Momentum Langka, Tahun Ini Bunga Sakura di Jepang Mekar Lebih Awal

Laurensia Felise
Selasa, 06 April 2021 - 13:57 WIB
Bernadheta Dian Saraswati
Momentum Langka, Tahun Ini Bunga Sakura di Jepang Mekar Lebih Awal Bunga Sakura bermekaran - Ilustrasi/linxinjapan.wordpress.com

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA - Bunga Sakura asal Jepang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Bunga ini memiliki warna putih dan merah muda serta mekar di sepanjang kota dan pegunungan selama musim semi berlangsung.

Melansir Bisnis.com-jaringan Harianjogja.com yang dikutip dari CNN, Selasa (6/4/2021), puncak mekarnya bunga sakura hanya berlangsung selama beberapa hari dan saat itulah banyak masyarakat yang merayakannya dengan melihat-lihat sambil mengambil foto dan berpiknik di bawah pohon bunga sakura.

Advertisement

Akan tetapi, tahun 2021 menjadi tahun yang berbeda karena bunga sakura yang seharusnya mekar selama beberapa hari tiba-tiba mengalami perubahan yang lebih cepat. Tercatat, tahun ini menjadi tahun pemekaran bunga paling dini. Menurut para peneliti, ini merupakan tanda dari permasalahan iklim dan lingkungan yang lebih besar dan mampu mengancam ekosistem di seluruh tempat.

Bukti bahwa musim mekar bunga sakura pada tahun ini diperkuat dengan temuan seorang peneliti dari Universitas Prefektur Osaka, Yasuyuki Aono, dari berbagai dokumen historis dan jurnal harian sejak tahun 812 Masehi di Kyoto.

Baca juga: Lebaran 2021, ASN Diminta Jadi Contoh Tidak Mudik

Hasilnya, puncak musim mekar bunga sakura pada 26 Maret lalu di pusat kota Kyoto merupakan yang paling dini selama lebih dari 1.200 tahun. Begitu pula dengan kejadian di Tokyo pada 22 Maret lalu yang juga tercatat sebagai terdini kedua dalam catatannya.

"Seiring dengan hangatnya suhu di seluruh dunia, musim semi yang membeku terjadi lebih awal dan pemekaran bunga terjadi lebih cepat," ujar Dr. Lewis Ziska dari Ilmu Kesehatan Lingkungan Universitas Columbia.

Puncak pemekaran bunga berubah setiap tahunnya bergantung pada beberapa faktor, misalnya cuaca dan intensitas hujan, tetapi perubahan ini selalu mengarah pada dininya waktu puncak tersebut.

Data milik Aono menunjukkan bahwa di Kyoto sendiri biasanya masa ini terjadi di pertengahan April selama beberapa dekade, tapi kemudian mulai berubah ke awal April selama tahun 1800an dan kadang juga jatuh pada akhir Maret dalam beberapa waktu.

"Bunga sakura sangat sensitif terhadap suhu. Masa pembungaan dan masa mekar penuh bisa terjadi lebih awal atau lebih telat bergantung pada suhu saja. Suhu pada tahun 1820an rendah, tetapi sampai hari ini telah meningkat sekitar 3,5 derajat Celsius," jelas Aono.

Bunga sakura merupakan beberapa bunga yang mekar di musim semi dan mekarnya bertahan sampai dua pekan sebelum jatuhnya bunga.

Menurut Amos Tai, profesor ilmu bumi di Universitas China Hong Kong, dininya bunga sakura yang mekar dipengaruhi dari faktor urbanisasi dan perubahan iklim. Ia menjelaskan dengan meningkatnya urbanisasi, perkotaan cenderung lebih hangar dibanding daerah pedesaan. Inilah yang kemudian disebut sebagai efek pulau hangat.

Tetapi kemudian alasan yang lebih besar dari urbanisasi adalah karena perubahan iklim yang telah menyebabkan peningkatan suhu di sepanjang wilayah di seluruh dunia.

Bukan Masalah

Perubahan tanggal mekar bunga sakura bukan hanya menjadi masalah bagi para pelancong yang ingin menyaksikan puncak mekarnya bunga sakura sebelum jatuh ke tanah, tapi juga berdampak bagi keseluruhan ekosistem dan bisa mengancam keberlangsungan banyak makhluk hidup terutama tumbuhan dan serangga yang saling membutuhkan satu sama lain.

Baca juga: Apindo: Ketentuan THR Tergantung Arus Kas Masing-masing Perusahaan

"Hubungan antara tumbuhan dan serangga dan organisme lain telah berkembang selama bertahun-tahun, bahkan ribuan hingga jutaan tahun. Tetapi dalam beberapa abad terakhir, perubahan iklim sangat merusak semuanya dan menganggu keberlangsungan hubungan ini," jelas Tai.

Dampaknya ada pada kekurangan asupan bagi serangga dan kekurangan penyerbuk untuk diproduksi kembali bagi tumbuhan, mengingat berkurangnya produktivitas akibat ekosistem tidak terbiasa dengan situasi perubahan yang ekstrim baik sehingga membuat keduanya stres.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Rekomendasi Makanan Takjil Tradisional di Pasar Ramadan Kauman Jogja

Jogja
| Kamis, 28 Maret 2024, 15:12 WIB

Advertisement

alt

Perawatan dan Pengobatan Penyakit Kronis Pada Lansia

Lifestyle
| Kamis, 28 Maret 2024, 08:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement